Minggu, 14 Maret 2010

Apa seh isinya Siaran Pers No. 200/PIH/KOMINFO/10/2009 ???



(Jakarta, 18 Oktober 2009). Departemen Kominfo, khususnya Ditjen Postel mulai tanggal 16 Oktober 2009 s/d. 30 Oktober 2009 melalui Pengumumannya No. 1409/T/DJPT.4/KOMINFO/10/2009 yang ditanda-tangani olehTulus Rahardjo selaku Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Postel telah mengadakan konsultasi publik terhadap “ White Paper ” penerapan biaya hak penggunaan berdasarkan lebar pita (BHP Pita) pada penyelenggara telekomunikasi seluler dan fixed wireless access (FWA) . White paper ini merupakan draft kebijakan pemerintah yang disusun dalam rangka perubahan tarif BHP dari yang sebelumnya berdasarkan ISR menjadi berdasarkan lebar pita frekuensi (BHP Pita). Terhadap dokumen ini dibuka kesempatan bagi masyarakat umum khususnya yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan substansi masalahnya untuk menyampaikan tanggapan, kritik, saran, koreksi dan usulan lainnya bagi penyempurnaan konsep kebijakan ini sebelum ditetapkan menjadi suatu regulasi dengan kekuatan hukum tetap. Tanggapan tersebut dapat disampaikan dengan menggunakan formulir yang sudah disediakan dan dikirimkan via email melalui alamat: gatot_b@postel.go.id dan denny@postel.go.id serta secara legal-formal dapat juga disampaikan hard-copy-nya langsung ke Direktorat Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio, Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta 10110, Telp: 3835963; Fax: 3522915.

Kebijakan penyusunan white paper ini dilatar-belakangi oleh suatu kondi si bahwasanya spektrum frekuensi adalah suatu sumber daya alam yang terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Pengalokasian dan penetapan spektrum frekuensi merupakan elemen inti dari suatu kegiatan manajemen spektrum frekuensi, dimana pentahapan-pentahapannya menentukan suatu perencanaan dan pendistribusian ketersediaan spektrum frekuensi untuk berbagai keperluan, untuk kemudian menentukan jumlah dari izin yang diterbitkan. Salah satu dari perbedaan-perbedaan yang menimbulkan perdebatan panjang adalah terkait dengan alokasi spektrum dimana ujung akhirnya adalah keadilan tarif izin spektrum. Di Indonesia sistem pentarifan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi untuk penyelenggaraan telekomunikasi seluler sebelum dikeluarkannya P P No. 28 tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang b erlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika, memiliki skema pentarifan yang belum optimum dalam mendukung industri telekomunikasi di Indonesia khususnya telekomunikasi seluler. Struktur pentarifan BHP frekuensi dirasakan kurang proposional dan tidak memberikan insentif bagi pengguna spektrum yang efisien, belum dapat mengikuti setiap perkembangan kemajuan teknologi komunikasi radio. Selanjutnya PP No. 28 tahun 2005 diperbaharui dengan PP No. 27 tahun 2009.

Dengan melihat dinamika industri telekomunikasi yang terjadi saat ini, skema tarif BHP frekuensi yang diharapkan :

  1. Mencerminkan biaya pengelolaan spektrum frekuensi yang sebanding dengan manfaat ekonomi bagi penyelenggara.
  2. Menerapkan penggunaan spektrum frekuensi secara efektif dan efisien.
  3. Memiliki formula tarif BHP yang sederhana, mendorong penyelenggara untuk meningkatkan kualitas layanan melalui optimalisasi jaringannya, netral terhadap teknologi dan mudah dalam pengawasannya.
  4. Mendorong pemerataan pertumbuhan usaha sektor telekomunikasi.
  5. Memiliki proses transisi skema tarif BHP berbasis ISR ke basis lebar pita yang bertahap dan smooth agar tidak menimbulkan gangguan pada pola bisnis penyelenggara.

Setelah tahun 2006, BHP frekuensi untuk penyelenggaraan telekomunikasi bergerak seluler maupun untuk penyelenggaraan telekomunikasi data dengan pita lebar (Broadband Wireless Access / BWA) menggunakan BHP frekuensi berdasarkan pita yang ditetapkan melalui mekanisme lelang. Dimulai pada awal 2006 Pemerintah menetapkan alokasi spektrum frekuensi dengan pembayaran BHP berdasarkan pita untuk penyelenggaraan telekomunikasi bergerak 3G pada pita 2,1 GHz dengan mekanisme lelang. Dan selanjutnya pada tahun 2009 Pemerintah menetapkan alokasi spektrum frekuensi untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet switched pada pita frekuensi 2,3 GHz dengan pembayaran BHP berdasarkan pita dengan mekanisme lelang. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Ditjen Postel memandang perlu merumuskan kebijakan baru dalam penerapan BHP frekuensi yang berdasarkan lebar pita untuk menyesuaikan pembayaran BHP frekuensi untuk penggunaan frekuensi untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler maupun FWA yang masih berdasarkan pada Ijin Stasion Radio (ISR).

Penyesuaian BHP ISR menjadi BHP Pita yang di atur dalam white paper ini ditujukan bagi para penyelenggara bergerak seluler 850/900/1800 MHz dan FWA 850 MHz dimana pengecualian diberlakukan kepada:

  1. Penyelenggara bergerak seluler dengan alokasi pita frekuensi 450 MHz. Hal ini dikarenakan pada pita frekuensi 450 MHz belum dapat diselesaikan pembebasan frekuensi dari pengguna frekuensi lain yang berizin dan tidak semua kanal di frekuensi 450 – 457.5 MHz yang berpasangan dengan 460 – 467.5 MHz sudah tersedia perangkat infrastruktur maupun perangkat terminalnya.
  2. Penyelenggara yang masih menduduki pita frekuensi PCS1900, dimana sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 7 /PER/M.KOMINFO/2/ 2006 sudah menjadi izin pita radio mulai Januari 2008.

Melalui white paper ini, pemerintah bermaksud untuk memperkenalkan regulasi mengenai penyesuaian BHP ISR menuju BHP PITA untuk diterapkan kepada para pengguna pita spektrum frekuensi radio sesuai amanat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 17/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Tata Cara Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pasal 30 ayat 2 yaitu ” Pemegang ISR eksisting yang memiliki alokasi pita frekuensi tertentu yang sesuai dengan penggunaan frekuensi radio wajib menyesuaikan ISR menjadi izin pita frekuensi radio yang pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap selambatlambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri tersebut”. Pembahasan BHP frekuensi berdasarkan lebar pita telah dilaksanakan sejak tahun 2007, dengan melibatkan para penyelenggara bergerak seluler dan FWA, perguruan tinggi, melalui sejumlah diskusi dan workshop, serta masukan narasumber nasional maupun internasional. Pada tahun 2009, telah dilakukan pembahasan secara lebih komprehensif dan rinci dengan melibatkan konsultan ahli yang didukung melalui program IndII ( Indonesian Infrastructure Initiative ).

Beberapa permasalahan yang dihadapi pada penerapan BHP ISR adalah:

  1. Perhitungan tarif BHP berbasis ISR tidak mendorong terjadinya pemanfaatan frekuensi secara optimal, karena lebar pita yang dialokasikan kepada penyelenggara tidak secara langsung mencerminkan BHP yang harus dibayar.
  2. Tarif BHP berbasis ISR memerlukan pengendalian/pengawasan yang kompleks/tidak sederhana bagi regulator, sehingga biaya manajemen spektrum menjadi tinggi.
  3. Tarif berbasis ISR tidak mendorong penyelenggara untuk mempercepat pembangunan (ekspansi) dan usaha untuk memperbaiki kualitas jaringan.
  4. Tarif berbasis ISR juga mendorong penyelenggara untuk memusatkan pembangunannya hanya di daerah-daerah padat dengan potensi pendapatan yang besar, serta menghindari pembangunan di daerah-daerah yang potensi pendapatannya rendah mengingat biaya yang dikeluarkannya sama saja, bahkan dapat menjadi lebih mahal.
  5. Penyelenggara harus memberikan tarif jasa telekomunikasi yang semakin terjangkau bagi masyarakat, perlu diimbangi dengan penerapan beban BHP frekuensi yang seimbang dan wajar untuk pola bisnis penyelenggara.
  6. Beban BHP frekuensi bagi penyelenggara yang cepat membangun akan terus naik sesuai dengan pertumbuhan BTS/pemancar, sehingga suatu saat akan mencapai keadaan dimana beban BHP frekuensi menjadi faktor yang memberatkan kewajaran pola bisnis bagi penyelenggara.
  7. Perkembangan teknologi seperti frekuensi hopping menimbulkan perdebatan ( dispute ) dalam menentukan BHP frekuensinya.
  8. Pembayaran BHP ISR, tidak menganut asas technology neutral, karena formula BHP ISR mengandung besaran-besaran yang tergantung pada teknologi yang dipakai.
  9. Indoor coverage , penggunaan repeater dan sektorisasi sulit diawasi dan tidak mudah untuk diinventarisasi. Hal ini juga berpotensi menimbulkan perdebatan dalam menentukan kewajiban BHP frekuensinya yang membutuhkan waktu dan melibatkan banyak sumber daya.

Dengan disusunnya kebijakan BHP Pita melalui white paper ini, Pemerintah bertujuan untuk :

  1. Mendorong penggunaan spektrum frekuensi secara efektif dan efisien.
  2. Mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan.
  3. Menghasilkan Formula tarif BHP yang sederhana, netral terhadap perubahan dan penerapan teknologi pada pita yang sama serta tidak memerlukan pengawasan dan pengendalian yang kompleks.
  4. Memudahkan manajemen spektrum frekuensi dan memberikan pemasukan PNBP yang rasional, lebih pasti dan terencana dengan baik.
  5. Memberikan insentif kepada penyelenggara untuk memperbaiki jaringan nya tanpa harus dibebani BHP tambahan.
  6. Mengoptimalkan PNBP bagi penggunaan spektrum frekuensi eksklusif seperti penggunaan frekuensi oleh penyelenggaraan telekomunikasi bergerak selular/FWA yang selama ini memberikan kontribusi yang cukup besar dari total PNBP BHP frekuensi.
  7. Menyusun suatu tarif BHP Pita frekuensi untuk layanan bergerak selular dan FWA, sesuai amanat PM.17/2005 berdasarkan lebar pita yang dihitung berdasarkan penyesuain dari BHP ISR.

Penerapan penyesuaian BHP ISR menjadi BHP Pita diterapkan untuk pita frekuensi dari penyelenggara seluler dan FWA terlebih dahulu. Sedangkan bagi penggunaan pita frekuensi radio lainnya proses penyesuaiannya akan dilaksanakan kemudian.

—————

Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).



dikutip langsung dari http://www.depkominfo.go.id/berita/siaran-pers-no-200pihkominfo102009-tentang-konsultasi-publik-“white-paper”-penerapan-biaya-hak-penggunaan-berdasarkan-lebar-pita-bhp-pita-pada-penyelenggara-telekomunikasi-selul/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar